Be a Perfect Person in Just Three Days: Bacaan Bermutu untuk Anak dan Remaja

Sumber: Koleksi pribadi (Wendah Puspita, 2021)


Judul             : Be a Perfect Person in Just Three Days
Penulis          : Stephen Manes
Penerbit       : A Bantam Skylark Book
Tahun            : 1983
Tebal             : 77 halaman
ISBN               : 0-553-15580-6

Dari sekian banyak buku yang cocok dibaca oleh siapapun, terlebih pembaca usia remaja, Be a Perfect Person in Just Three Days adalah salah satunya. Dari judulnya, buku ini terkesan mampu menggaet siapapun untuk sejenak membuka dan membaca, paling tidak blurb (teks wara di sampul belakang) dan isi halaman preliminiariesnya sebelum memutuskan apakah lanjut membaca isi buku atau tidak.

Calon pembaca bisa jadi penasaran, bagaimana mungkin seseorang dapat menjadi perfect (sempurna)? Bukankah mawar dikatakan mawar karena ia berduri? Bukankah harimau yang sangat gagah tetap meninggalkan belang? Sementara bagaimana bisa buku ini menawarkan (atau mengajarkan) kesempurnaan? Apalagi dalam waktu yang sangat singkat, hanya tiga hari!

Mayoritas logika orang dewasa barangkali akan menegasi dengan tegas judul kontradiktif buku ini. Namun, belum tentu bagi anak-anak atau bahkan remaja usia sekolah. Bisa jadi buku ini, bagi mereka, adalah salah satu jawaban atas sekian banyak pertanyaan yang coba mereka bangun sebagai bentuk pengejawantahan kegelisahan dalam menemukan kesejatian diri mereka.

Bukan hanya lihai meramu persoalan-persoalan umum yang sering dihadapi oleh para remaja, Stephen Manes, sang pengarang, seolah mampu membaca pikiran mereka dan menuntun mereka mencari jawab atas tindakan-tindakan konyol mereka. Ini tercermin dari tokoh yang diangkat, Dr. K. Pinkerton Silverfish, yang dalam buku tersebut digambarkan sebagai seorang cendekiawan sekaligus penulis buku Be a Perfect Person in Just Three Days.

Melalui buku yang ditulisnya, Dr. Silverfish mengatakan mampu membuat seseorang menjadi sempurna hanya dalam waktu tiga hari. Dan Milo Crinkley, sang tokoh utama, adalah sosok remaja yang secara tidak sengaja menemukan buku tersebut di perpustakaan sekolah dan mencoba mempraktikkan hal-hal yang dikatakan Dr. Silverfish untuk menjadi sempurna. Tentu saja untuk menjadi sempurna tidaklah semudah yang disangka banyak orang. Milo pun berpikiran demikian, dan dia bertekad untuk mematuhi semua anjuran Dr. Silverfish selama tiga hari berturut-turut.

Gaya bahasa yang digunakan untuk mengungkap upaya, perasaan, dan kendala diri seorang remaja yang tergambarkan melalui sosok Milo terkesan sangat natural dan apa adanya. Detail tiap bab yang dibaca Milo dan instruksi yang harus dilakukannya juga sangat enak dan mengalir untuk diikuti. Ada kalanya penceritaan mengenai interaksi antara Milo dan buku yang dibacanya dibumbui dengan humor dan candaan yang mampu mengundang senyum dan tawa pembacanya. Pendeknya, buku ini mampu menghadirkan suasana yang hangat, bersahabat, dan terkesan sangat lekat dengan kehidupan keseharian kita.

Akhir cerita dari buku ini juga sangat bagus. Ada unsur mendidik dan mencerahkan yang akan dirasakan dan dipahami oleh pembaca, sebagaimana yang dialami Milo. Melewati tiga tahap aktivitas selama tiga hari untuk menjadi sempurna, Milo menjadi paham dan semakin percaya diri menyelami labirin-labirin kehidupannya setiap hari, termasuk bagaimana menghadapi orang-orang yang sering bermasalah dengan dirinya dan bagaimana memaafkan perilaku-perilaku konyolnya yang sering membuatnya sedih dan menyalahkan diri sendiri. Semua ini karena suatu kesadaran baru mengenai istilah ‘sempurna’ yang baru saja ia dapatkan dari Dr. Silverfish.

Sebagaimana tak ada gading yang tak retak, buku ini juga memiliki kelemahan walau bukan dari segi internal. Pertama, sejauh ini versi terjemahan (bahasa Indonesia) buku ini belum ditemukan sehingga pembaca hanya dapat membacanya dalam bahasa asli, bahasa Inggris (kalau belum ada yang menerjemahkan, insya Allah saya mau melakukannya hehe). Kedua, hingga sekarang belum tertelusur cetakan terbaru di abad XXI ini. Jejak digital merekam cetakan mutakhir buku ini tercatat pada abad XX. Meski bukan tergolong terbitan baru, buku ini tetaplah relevan dan sangat layak dibaca oleh siapapun, termasuk anak-anak dan remaja yang sering kali bergelut dengan rasa malu akibat perasaan ‘tidak sempurna’ yang kerap kali menghampiri. Sungguh epic!


Comments