Saturday, February 4, 2012

Pengalaman Pertama Kali Menjadi Seorang Content Writer


Content writer is a ghost writer

Februari 2012
Ketika mulai aktif di dunia kerja pada Januari 2010, aku merasa ada yang kurang dalam diriku. Profesiku sebagai seorang editor selama 7 jam kerja setiap hari menuntutku untuk selalu membaca, membaca, dan membaca. Jujur, aku menyukai itu. Membaca adalah salah satu kesukaanku.

Namun, ada satu kegamangan saat aku harus terus membaca tanpa disertai dengan menulis. Ibaratnya, selama 7 jam itu aku diberi keleluasaan untuk ‘mendengar informasi dari pihak lain’, tapi selama 7 jam itu pula aku tidak diberi kesempatan untuk ‘ganti berbicara kepada pihak lain’.

Aku sadar, ini sudah menjadi job desk utamaku. Tidak perlu protes ataupun mengeluh. Yang kubutuhkan adalah bertindak. Pada saat itu muncul satu kekuatan lain yang menyeru dalam diriku, “Jika dengan membaca selama 7 jam itu aku bisa memperoleh ilmu maka bukan suatu kemustahilan jika akupun bisa mentransfer ilmu melalui menulis”. Pikiran lain pun turut buka suara, "Akan lebih menyenangkan lagi kalau tulisan itu bisa menghasilkan pundi-pundi emas" #tersenyum lebar.

Maret 2010
Karena ke-keukeuh-anku di bidang penulisan, jadilah kemudian aku coba-coba (ups!) terjun ke dunia penulisan online. Merelakan diri tenggelam dalam bisnis tulis-menulis online murni aku lakoni sejak Maret 2010. Prinsipku, berbakat ataupun tidak, kenyataannya adalah aku suka menulis (narsis.com :D).  

Karena aku bekerja dari pagi sampai sore, maka aku berusaha menjadi seorang freelance writer (penulis lepas) di waktu sengganggku. Seingatku, “freelance writer” adalah kata kunci yang kumasukkan dalam search enginee google, mesin pencari terbesar dalam dunia maya. Dari situ muncullah banyak artikel mengenai penulis lepas.

Setelah kupilah-pilih, jatuhlah putusanku pada seorang penyedia jasa layanan konten. Aku sendiri disebut sebagai content writer. Setiap hari aku setor lima artikel dengan batasan jumlah huruf yang telah ditentukan oleh penyedia jasa layanan tersebut. Selain itu, topiknya pun bermacam-macam, suka-suka pelanggan. Alhasil, sang penyedia jasa layanan konten dengan leluasa memberiku topik yang terkadang aku kuasai tapi sering kali juga tidak kukuasai.

Kalau pas mendapatkan topik yang sesuai dengan pengetahuanku, asyik banget. Tinggal tulis srat sret srat sret, beres deh. Tapi kalau dapatnya pas yang nggak aku mengerti atau bidang yang tidak aku minati, wahhh... Menghadapi hal ini sering kali membuatku kelabakan. Namun, ini telah menjadi tanggung jawabku. Aku menyadari itu.

Untuk menyiasatinya, aku menjadi lebih rajin merambah dunia maya, membacai beberapa artikel yang ada kaitannya dengan topik yang harus aku tulis. Kalau sudah mentok dan aku benar-benar nggak paham dengan topik tersebut, dengan sangat terpaksa tetapi sadar 100% aku meng-copy paste isi artikel yang sedang kubaca dan menulisnya ulang dengan bahasaku sendiri. Mudah, kan? #nyengir

Ketepatan waktu, orisinalitas (tidak copy paste) dan kecermatan menulis sebuah artikel menjadi patokan utama diterimanya sebuah naskah atau tidak. Jadi, lima artikel yang aku setor tersebut di-review terlebih dahulu, baru diputuskan lolos atau tidak.

Sementara itu, untuk tulisan berbahasa Inggris, grammar menjadi faktor penilaian yang tidak terbantahkan. Berdasarkan kesepakatan, masih terdapatnya grammar error sih oke, asal tidak sampai 20% (ckckck... gimana ngitungnya? Sepertinya ada mesinnya deh). Pengalamanku sendiri, sebisa mungkin aku selalu menghindari yang namanya kutipan, termasuk menyalin dan menempel tulisan seseorang karena artikel yang kutulis waktu itu tidak perlu mencantumkan sitasi ataupun rujukan/referensi.

Oia, kalau mood lagi bagus, artikel yang kutulis bisa cepat selesai. Sebaliknya, kalau mood sedang tidak bersahabat dan tidak kukendalikan, bisa-bisa menulis menjadi antipati kompulsif selama seharian. Huh, susah juga menjadi seorang penulis konten bagi yang tidak belajar mengendalikan mood.

Di atas itu semua, menjadi seorang content writer sebenarnya sangat menyenangkan. Yang pasti ilmu bertambah, kemampuan menulis meningkat, kecermatan dan struktur dalam menulis semakin terasah. Lagipula, kalau tulisan kita lolos review, sudah ada sejumlah uang menanti di depan mata. Kalau urusan uang sih, nggak usah disebut besarannya ya karena upah antara penyedia jasa layanan konten yang satu dengan yang lain berbeda-beda. Yang penting kan ada second income, iya nggak?

Tapi, paling nggak enaknya adalah kalau nama kita tidak lagi tertera di tulisan kita sebab sistemnya seperti jual putus gitu. Sekali setor artikel, duit diterima dan kepemilikan naskah pun berpindah tangan. Hmm.. nasib seorang ghost writer. Plus minusnya harus diterima dengan lapang dada. Yang pasti tetap, ada uang ada barang. Oke, Sobat?

Malangnya, ‘profesi’-ku ini cuma bertahan beberapa bulan saja. Terjadi crash antara aku dan penyedia layanan konten tersebut. Pendapatanku tidak dibayar hampir dua bulan. Padahal sesuai kesepakatan di awal, upahku akan dikirim ke rekeningku setiap dua kali dalam sebulan.

Merasa sudah menjadi kewajibanku untuk menanyakan hakku, kutanyakan hal tersebut kepada yang bersangkutan via e-mail. Kami memang tidak pernah bertatap muka sebelumnya dan hubungan kami selalu memakai perantara seluler dan e-mail. Yang mengejutkan, jawaban yang kuterima sungguh di luar dugaan, “Anda pikir ini pekerjaan kantoran yang bayarannya selalu tepat waktu?”

O’oo... Walau kaget, geli juga aku membaca jawaban seperti itu. Aku balas saja, “Saya kan cuma bertanya, Pak. Ya maaf karena saya kan nggak tahu masalahnya apa.” Balasan yang kuterima berikutnya, “Saya nggak suka ditanya begitu!”. Ups!

Hari-hari berikutnya, aku tetap menulis dan menyetor buah pikirku seperti biasanya. Harapanku cuma satu, semoga upahku lekas dibayar. Aku berharap akan ada pemberitahuan via SMS atau e-mail mengenai penyetoran upah ke rekeningku. Benar saja, selang beberapa hari kemudian, notifikasi itu terkirim juga ke ponselku. Isinya, “Karena rekening (paypal) saya kebobolan, maka honor belum bisa ditransfer.”

Hah, macam apa pula ini? Dan rupanya, sejak SMS itu dikirim, sejak itu pula yang bersangkutan tidak lagi mengirimiku berbagai macam topik untuk ditulis. Weleh weleh..

Didorong keisengan yang menjadi-jadi, kuketik nama pemilik jasa layanan konten tersebut ke google search. Kubacai artikel demi artikel yang memuat nama itu. Dan salah satu artikel itu menyuratkan cekcok antara pemilik nama tersebut dengan salah seorang blogger terkait rekening paypal. Berarti memang ada masalah...    

Semenjak ada trouble antara diriku dan dirinya (cieee...) maka putuslah kontak di antara kami. Tidak pernah aku bertanya-tanya lagi mengenai upahku dan yang bersangkutan juga menyetop kiriman topik untuk aku tulis. Kalau kata anak muda zaman sekarang: Elo, gue, end...

Eh, ternyata beberapa bulan berikutnya kudapati yang bersangkutan mewartakan pencarian penulis konten melalui website-nya. Ya sudahlah, ABS sajalah. Asal Bapak Senang (hehe). Mengenai diriku, sungguh ini merupakan sebuah pelajaran yang sangat berharga. Entah ini bisa menjadi pasokan amal bagiku atau tidak, terserah Allah Swt. Tapi aku harap sih bisa^^

Februari 2012
Nah, dari sini semoga Kawan-kawan bisa mengambil hikmah, khususnya ketika hendak menggabungkan diri menjadi seorang content writer dalam sebuah situs penyedia jasa layanan konten serta suka dukanya menjadi seorang penulis konten. Ada baiknya Kawan-kawan juga mencari tahu terlebih dahulu kredibilitas pemilik jasa layanan konten tersebut sebelum memutuskan untuk bergabung menjadi salah seorang ‘mitra bestari’-nya.

Semoga bermanfaat ^_^ 


Keterangan:

29 comments:

  1. thnks sharing nya mba wendah.. :)

    ReplyDelete
  2. Nambah pengalaman yaa mbak hehe
    Saya tertarik untuk jadi penulis lepas juga nih
    Kira" bagaimana caranya/link untuk pendaftaran menjadi seorang penulis lepas dimana?
    Terimakasih :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Coba mas Toni googling aja lowongan penulis lepas.. Banyak kok.. Nti sila diikuti bgmn cara bergabung/menjadi penulis lepas di agensi tsb.. Smg bermanfaat :)

      Delete
  3. Nambah pengalaman yaa mbak hehe
    Saya tertarik untuk jadi penulis lepas juga nih
    Kira" bagaimana caranya/link untuk pendaftaran menjadi seorang penulis lepas dimana?
    Terimakasih :-)

    ReplyDelete
  4. jadi harus pinter2 pilih2 jga ya,, baru ada tawaran ni soalnya lagi pikir2 dulu.. ehehehe.. makasih sharingnya mba wenda, :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, lebih baik dicek dulu kredibilitas pengelola jasanya, mbak.. Cari tahu lewat inet jg bisa. Atau cek aja testimoni/review ttg penyedia jasa tsb

      Delete
  5. Menambah wawasanku.. Mantab..hehe

    ReplyDelete
  6. alhamdulilah nemu tulisan mb ini, jadi bisa nambah ilmu dan buat referensi aku yang mau nglamar sebagai content writer. makasih ya mb,,,semoga menjadi amal jariyah mb,,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin. Selamat bergabung ke dunia penulis konten, mbak :)

      Delete
  7. Thanks bngt udh sharing kak ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama-sama.. makasih udah meluangkan waktu untuk mbaca artikel ini.. smg bermanfaat :)

      Delete
  8. apa ga ada kontrak perjanjiannya bu? kok sampeyan bisa diperlakukan seperti itu

    ReplyDelete
  9. halo mba..
    aku saat ini lagi kerja untuk menulis artikel, tp aku juga tertarik mau jadi freelance juga hehe. Kira-kira langkah awalnya menawarkan diri untuk jadi freelancer online gimana ya mbak?? atau adakah website khusunya??
    Makasih ya mbak..:)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai, mb Fina.. Wah, penulis artikel dmn, mb?
      Kalau mau jadi freelancer, bisa coba cari2 di google, mb.. Search aja 'lowongan penulis lepas' atau 'freelance writer' untuk lowongan menulis dari situs luar.

      Silakan pilih 1 situs yg menurut mb Fina menarik, lalu kirim aja surel ke contact person/narahubungnya utk tanya persyaratan jadi freelancer-nya. Terus tinggal nunggu balasan dari mereka. Nanti dipandu kok :)

      Demikian ya, mb. Semoga membantu :)

      Delete
  10. Dear mbak Wendah, keren banget kerjaannya jadi penulis konten. Saya juga sudah 4 tahun terakhir jadi freelancer di platform semacam upwork dan freelancer.com. Pernah klien cuma bayar DP aja mbak, padahal kerjaan udah disetor. Salam kenal - Mrs Kociak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal dari Wendah, Mrs. Kociak.
      Terima kasih, tp itu terlalu berlebihan. Penulis konten untuk web lain sudah menjadi masa lalu saya. Saat ini saya lebih fokus menulis konten untuk blog sendiri. Pernah jg dl mendaftar di platform semacam freelancer.com atau translatorscafe.com, tapi tidak berlanjut krn satu dan lain hal. Mrs. Kociak jauh lebih keren karena bisa bertahan sampai bertahun-tahun di platform2 tsb. Salut!

      Delete
  11. Kak Wendah, saya mau minta izin untuk masukin cerita pengalaman kak wendah untuk jadi contoh di essay saya.. kebetulan saya lagi ada tugas essay dan topiknya tentang content writer. Terima kasih😀

    ReplyDelete
  12. Sangat membantu mbk wendah.. Kebetulan memang lagi penasaran dan pengen juga jadi content writer

    ReplyDelete
  13. Sy kapok mb jd freelance writer. Orang2nya punya tensi tinggi. Gak kuat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihiii ya begitulah adanya, Tirza.. Ada yg sabar, ada jg yg kurang sabar.. Kita jg mesti sabar hehe

      Delete
  14. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete

Perdana Menulis, Langsung Tembus Jurnal Sinta 2

Halo, Sobat Wendah.. Gimana kabar nih? Semoga sehat-sehat ya..  Btw, itu judulnya sombong syekali ya hehehee. Emang sengaja kok. Pamer. Ast...