Sumber:
http://www.anneahira.com/images/article/pengembangan-karier-pns.jpg Jika Anda tidak bisa mendapatkan apa yang Anda bakati, maka bakatilah apapun yang Anda dapatkan (Mario Teguh) |
Sejatinya
sejak dulu aku sadar bahwa telah terdapat suatu pergeseran sudut pandang
mengenai istilah PNS dan swasta. Pada masa penjajahan Belanda di Hindia
(Sebutan Indonesia kala itu), jabatan di gubernemen begitu memiliki daya magis,
begitu prestige. Jabatan di
pemerintahan sebagai pegawai negeri sipil (PNS)—meskipun di bawah pemerintahan
kolonial kala itu—dianggap sebagai suatu anugrah ‘nan ‘tak terkira karena tidak
semua orang bisa mencapainya. Lagipula, itu adalah suatu pekerjaan yang mulia
karena tugas dan kewajibannya bersinggungan langsung dengan tanggung jawabnya
kepada Nation.
Terlebih
lagi, terdapat berbagai macam fasilitas yang dapat dinikmati oleh si PNS
beserta keluarganya. Sebut saja sopir pribadi yang diperbantukan untuk si PNS dalam
menjalankan tugasnya dan kemudahan keluarga si PNS dalam mengakses
fasilitas-fasilitas tertentu seperti sekolahan milik Gubernemen Belanda. Di
samping itu, PNS dan keluarganya pun juga dipandang, disegani, dan dihormati di
lingkungan mereka tinggal.
Sementara,
bagi mereka yang hanya bekerja sebagai swasta, misalnya bekerja di suatu pabrik
milik orang lain, jarang mendapatkan sanjungan maupun gumam lirih ‘betapa
beruntungnya Anda’. Semuanya dianggap biasa-biasa saja. Mungkin, hal ini
diakibatkan oleh mudahnya menjadi pekerja pada saat itu dan lebih ‘kecil’-nya
kekuasaan karena bertanggung jawab hanya kepada perseorangan.
Namun
apapun alasannya, itulah kenyataannya...
Sebaliknya,
pada saat ini anggapan bahwa kedudukan PNS adalah lebih tinggi daripada swasta
tidak sepenuhnya diamini oleh masyarakat (khususnya para pemuda/generasi muda)
di sekitar kita. Ada yang pro dengan PNS dan tidak sedikit juga yang kontra.
Ada yang sangat mendamba ingin menjadi pegawai, namun ada juga yang berambisi
menjadi pekerja (karyawan).
Menurut
sebagian masyarakat (mungkin juga seluruh), kelebihan paling utama dari seorang
PNS adalah karena iming-iming pensiunnya, bayaran yang akan tetap diterima tiap
bulan saat orang tersebut sudah purna dari tugasnya (re: pensiun). Keunggulan
lainnya adalah waktu kerja yang fleksibel, rata-rata masuk kerja pukul 08.00
WIB dan pulang pukul 16.00 WIB. Bahkan, hampir semua pegawai pemerintah,
kecuali guru, masa kerjanya hanya 5 hari dalam seminggu, senin hingga jumat.
Selain
sesuatu yang dianggap sebagai kelebihan-kelebihan tersebut, PNS juga dihujat
karena kelemahan-kelemahannya. PNS yang tidur ketika rapat soal rakyat lah, PNS
yang sering ketangkap basah keluyuran pada saat jam-jam kerja lah, PNS yang
doyan korupsi lah, PNS yang selalu makan gaji buta lah, dan seabrek PNS-PNS
lain dengan segala keburukannya. Jika begini, lalu apa yang bisa dibanggakan
dari seorang PNS?
Akan
halnya dengan swasta sekarang ini, swasta dinilai lebih oke dari segi
pendapatan daripada gaji PNS. Bayangkan saja, walaupun sama-sama fresh graduate, mereka yang bekerja di
swasta bisa menerima pendapatan tiga kali lipat dari gaji mereka yang bekerja
sebagai PNS. Namun tetap saja, ada harga ada barang. Diyakini bahwa dengan
penerimaan yang aduhai, jumlah jam kerja karyawan swasta bisa melebihi jumlah
jam kerja PNS setiap minggunya.
Oia,
menurut pendapat sebagian orang, bekerja di swasta terkesan lebih berat
sekaligus menjanjikan daripada bekerja sebagai abdi negara. Pasalnya,
kesempatan untuk mengembangkan diri lebih terbuka di swasta daripada di negeri.
Perusahaan swasta juga cenderung benar-benar memberikan penghargaan kepada
karyawannya, bahkan walaupun karyawan itu baru saja bekerja kemarin sore. Pendapatan
yang diterima oleh karyawan swasta berbanding lurus dengan usaha dan kinerja
mereka. Semakin giat bekerja dan menunjukkan prestasi yang gemilang, seorang karyawan
swasta bisa langsung dipromosikan ke posisi yang lebih tinggi. Di samping itu,
penindaktegasan yang diberikan oleh atasan kepada karyawan bisa diproses dengan
cepat, sehingga sebagian besar karyawan swasta tidak pernah ‘main-main’ dengan
pekerjaannya.
Sementara,
gaji PNS ya gitu-gitu saja. Dengan
beban kerja, prestasi, dan etos kerja yang berbeda, dua orang PNS bisa memperoleh
gaji yang sama apabila masa kerja dan latar belakang pendidikannya sama. Memang
terdapat beberapa hal yang yang membedakan gaji antara keduanya, namun yang
paling mencolok adalah pangkat dan golongan serta lamanya bekerja. Secermelang
apapun prestasi seorang pegawai struktural, jika ia belum menggenapkan 4 tahun
masa kerjanya, ia belum berhak mendapatkan kenaikan golongan. Sekali lagi,
semakin tinggi pangkat dan golongan seorang pegawai, semakin tinggi pula gaji
per bulan yang ia dapatkan. Sangat disayangkan memang, namun inilah fakta yang
tak terbantahkan di dunia ke-pe-en-es-an. Malangnya, bagi sebagian pegawai hal ini
difatwakan sebagai pencetus ide untuk tidak terlalu ngoyo ataupun berprestasi sebaik mungkin. Berprestasi atau tidak, toh gaji tetap sama.
Satu
hal yang pasti Kawan—bagiku—PNS ataupun swasta, toh itu cuma status. Yang
penting adalah pekerjaan Anda. Pekerjaan kita. Sedikit curhat: kalau aku
ditanya apa pekerjaanku, tentu bukan PNS atau swasta jawabanku, melainkan
bidang kerja yang sedang aku geluti saat ini.
Sobat
Wendah semua, kira-kira seperti itulah gambaran umum (secara garis besar)
perbedaan dasar antara karyawan swasta dan PNS. Secara mendetail, mungkin masih
ada yang belum aku cantumkan atau memang aku yang belum mengerti benar. Maklum,
aku juga masih hijau di dunia kerja yang senyata-nyatanya ini.
Di
atas itu semua, aku berharap semoga tulisan ini bisa membantu kawan semua yang sedang
bingung mencari referensi antara swasta dan PNS; ataupun kawan semua yang
sedang dirundung kegalauan dalam menghadapi dan mempersiapkan diri untuk
merambah dunia kerja.
NB: Makasih berat buat salah seorang
rekan kerjaku yang sering membuka cakrawalaku mengenai bidang pekerjaan berikut
atribut yang melekat di dalamnya. Sejatinya, kita selalu berpeluang untuk
unggul di setiap bidang pekerjaan, asalkan kita membakatinya.
Comments
Post a Comment