Content writer is a ghost writer |
Februari 2012
Ketika mulai
aktif di dunia kerja pada Januari 2010, aku merasa ada yang kurang dalam
diriku. Profesiku sebagai seorang editor selama 7 jam kerja setiap hari
menuntutku untuk selalu membaca, membaca, dan membaca. Jujur, aku menyukai itu.
Membaca adalah salah satu kesukaanku.
Namun, ada satu kegamangan saat aku harus terus
membaca tanpa disertai dengan menulis. Ibaratnya, selama 7 jam itu aku diberi
keleluasaan untuk ‘mendengar informasi dari pihak lain’, tapi selama 7 jam itu
pula aku tidak diberi kesempatan untuk ‘ganti berbicara kepada pihak lain’.
Aku sadar, ini sudah menjadi job desk utamaku. Tidak perlu protes
ataupun mengeluh. Yang kubutuhkan adalah bertindak. Pada saat itu muncul satu
kekuatan lain yang menyeru dalam diriku, “Jika dengan membaca selama 7 jam itu
aku bisa memperoleh ilmu maka bukan suatu kemustahilan jika akupun bisa mentransfer ilmu melalui menulis”. Pikiran lain pun turut buka suara, "Akan lebih menyenangkan lagi kalau tulisan itu bisa menghasilkan pundi-pundi emas" #tersenyum lebar.
Maret 2010
Karena ke-keukeuh-anku di bidang penulisan, jadilah
kemudian aku coba-coba (ups!) terjun ke dunia penulisan online. Merelakan diri tenggelam dalam bisnis tulis-menulis online murni aku lakoni sejak Maret
2010. Prinsipku, berbakat ataupun tidak, kenyataannya adalah aku suka menulis
(narsis.com :D).
Karena aku bekerja dari pagi sampai sore,
maka aku berusaha menjadi seorang freelance
writer (penulis lepas) di waktu
sengganggku. Seingatku, “freelance writer”
adalah kata kunci yang kumasukkan dalam search
enginee google, mesin pencari terbesar dalam dunia maya. Dari situ muncullah
banyak artikel mengenai penulis lepas.
Setelah kupilah-pilih, jatuhlah putusanku
pada seorang penyedia jasa layanan konten. Aku sendiri disebut sebagai content writer. Setiap hari aku setor
lima artikel dengan batasan jumlah huruf yang telah ditentukan oleh penyedia jasa layanan tersebut. Selain
itu, topiknya pun bermacam-macam, suka-suka pelanggan. Alhasil, sang penyedia
jasa layanan konten dengan leluasa memberiku topik yang terkadang aku kuasai
tapi sering kali juga tidak kukuasai.
Kalau pas
mendapatkan topik yang sesuai dengan pengetahuanku, asyik banget. Tinggal tulis
srat sret srat sret, beres deh. Tapi kalau dapatnya pas yang nggak aku mengerti atau bidang yang
tidak aku minati, wahhh... Menghadapi hal ini sering kali membuatku kelabakan.
Namun, ini telah menjadi tanggung jawabku. Aku menyadari itu.
Untuk menyiasatinya, aku menjadi lebih rajin
merambah dunia maya, membacai beberapa artikel yang ada kaitannya dengan topik
yang harus aku tulis. Kalau sudah mentok dan aku benar-benar nggak paham dengan topik tersebut,
dengan sangat terpaksa tetapi sadar 100% aku meng-copy paste isi artikel yang sedang kubaca dan menulisnya ulang
dengan bahasaku sendiri. Mudah, kan?
#nyengir
Ketepatan waktu, orisinalitas (tidak copy paste) dan kecermatan menulis
sebuah artikel menjadi patokan utama diterimanya sebuah naskah atau tidak.
Jadi, lima artikel yang aku setor tersebut di-review terlebih dahulu, baru diputuskan lolos atau tidak.
Sementara itu, untuk tulisan berbahasa
Inggris, grammar menjadi faktor penilaian
yang tidak terbantahkan. Berdasarkan kesepakatan, masih terdapatnya grammar error sih oke, asal tidak
sampai 20% (ckckck... gimana ngitungnya? Sepertinya ada mesinnya deh). Pengalamanku sendiri, sebisa
mungkin aku selalu menghindari yang namanya kutipan, termasuk menyalin dan
menempel tulisan seseorang karena artikel yang kutulis waktu itu tidak perlu
mencantumkan sitasi ataupun rujukan/referensi.
Oia, kalau mood lagi bagus, artikel yang kutulis bisa cepat selesai.
Sebaliknya, kalau mood sedang tidak
bersahabat dan tidak kukendalikan, bisa-bisa menulis menjadi antipati kompulsif
selama seharian. Huh, susah juga menjadi seorang penulis konten bagi yang tidak
belajar mengendalikan mood.
Di atas itu semua, menjadi seorang content writer sebenarnya sangat menyenangkan. Yang pasti ilmu bertambah, kemampuan menulis meningkat, kecermatan dan struktur dalam menulis semakin terasah. Lagipula, kalau tulisan kita lolos review, sudah ada sejumlah uang menanti di depan mata. Kalau urusan uang sih, nggak usah disebut besarannya ya karena upah antara penyedia jasa layanan konten yang satu dengan yang lain berbeda-beda. Yang penting kan ada second income, iya nggak?
Tapi, paling nggak enaknya adalah kalau nama kita tidak lagi tertera di tulisan
kita sebab sistemnya seperti jual putus gitu. Sekali setor artikel, duit diterima dan
kepemilikan naskah pun berpindah tangan. Hmm.. nasib seorang ghost writer. Plus minusnya harus
diterima dengan lapang dada. Yang pasti tetap, ada uang ada barang. Oke, Sobat?
Malangnya, ‘profesi’-ku ini cuma bertahan
beberapa bulan saja. Terjadi crash antara
aku dan penyedia layanan konten tersebut. Pendapatanku tidak dibayar hampir dua
bulan. Padahal sesuai kesepakatan di awal, upahku akan dikirim ke rekeningku
setiap dua kali dalam sebulan.
Merasa sudah menjadi kewajibanku untuk
menanyakan hakku, kutanyakan hal tersebut kepada yang bersangkutan via e-mail. Kami memang tidak pernah
bertatap muka sebelumnya dan hubungan kami selalu memakai perantara seluler dan
e-mail. Yang mengejutkan, jawaban
yang kuterima sungguh di luar dugaan, “Anda pikir ini pekerjaan kantoran yang
bayarannya selalu tepat waktu?”
O’oo... Walau kaget, geli juga aku membaca
jawaban seperti itu. Aku balas saja, “Saya kan cuma bertanya, Pak. Ya maaf
karena saya kan nggak tahu masalahnya
apa.” Balasan yang kuterima berikutnya, “Saya nggak suka ditanya begitu!”.
Ups!
Hari-hari berikutnya, aku tetap menulis dan
menyetor buah pikirku seperti biasanya. Harapanku cuma satu, semoga upahku
lekas dibayar. Aku berharap akan ada pemberitahuan via SMS atau e-mail mengenai penyetoran upah ke
rekeningku. Benar saja, selang beberapa hari kemudian, notifikasi itu terkirim
juga ke ponselku. Isinya, “Karena rekening (paypal) saya kebobolan, maka honor
belum bisa ditransfer.”
Hah, macam apa pula ini? Dan rupanya, sejak
SMS itu dikirim, sejak itu pula yang bersangkutan tidak lagi mengirimiku
berbagai macam topik untuk ditulis. Weleh weleh..
Didorong keisengan yang menjadi-jadi, kuketik
nama pemilik jasa layanan konten tersebut ke google search. Kubacai artikel demi artikel yang memuat nama itu.
Dan salah satu artikel itu menyuratkan cekcok antara pemilik nama tersebut
dengan salah seorang blogger terkait rekening paypal. Berarti memang ada masalah...
Semenjak ada trouble antara diriku dan dirinya (cieee...) maka putuslah kontak
di antara kami. Tidak pernah aku bertanya-tanya lagi mengenai upahku dan yang
bersangkutan juga menyetop kiriman topik untuk aku tulis. Kalau kata anak muda
zaman sekarang: Elo, gue, end...
Eh, ternyata beberapa bulan berikutnya
kudapati yang bersangkutan mewartakan pencarian penulis konten melalui website-nya. Ya sudahlah, ABS sajalah.
Asal Bapak Senang (hehe). Mengenai diriku, sungguh ini merupakan sebuah
pelajaran yang sangat berharga. Entah ini bisa menjadi pasokan amal bagiku atau
tidak, terserah Allah Swt. Tapi aku harap sih bisa^^
Februari 2012
Februari 2012
Nah, dari sini semoga Kawan-kawan bisa
mengambil hikmah, khususnya ketika hendak menggabungkan diri menjadi seorang content writer dalam sebuah situs
penyedia jasa layanan konten serta suka dukanya menjadi seorang penulis konten.
Ada baiknya Kawan-kawan juga mencari tahu terlebih dahulu kredibilitas pemilik jasa layanan
konten tersebut sebelum memutuskan untuk bergabung menjadi salah seorang ‘mitra bestari’-nya.
Semoga bermanfaat ^_^
Keterangan:
thnks sharing nya mba wendah.. :)
ReplyDeleteSami2, mbak.. Semoga bermanfaat :)
DeleteNambah pengalaman yaa mbak hehe
ReplyDeleteSaya tertarik untuk jadi penulis lepas juga nih
Kira" bagaimana caranya/link untuk pendaftaran menjadi seorang penulis lepas dimana?
Terimakasih :-)
Coba mas Toni googling aja lowongan penulis lepas.. Banyak kok.. Nti sila diikuti bgmn cara bergabung/menjadi penulis lepas di agensi tsb.. Smg bermanfaat :)
DeleteNambah pengalaman yaa mbak hehe
ReplyDeleteSaya tertarik untuk jadi penulis lepas juga nih
Kira" bagaimana caranya/link untuk pendaftaran menjadi seorang penulis lepas dimana?
Terimakasih :-)
jadi harus pinter2 pilih2 jga ya,, baru ada tawaran ni soalnya lagi pikir2 dulu.. ehehehe.. makasih sharingnya mba wenda, :)
ReplyDeleteIya, lebih baik dicek dulu kredibilitas pengelola jasanya, mbak.. Cari tahu lewat inet jg bisa. Atau cek aja testimoni/review ttg penyedia jasa tsb
DeleteMenambah wawasanku.. Mantab..hehe
ReplyDeleteJadi tambah wawasan nih dan semangat bertugas mba
ReplyDeleteJadi tambah wawasan nih dan semangat bertugas mba
ReplyDeleteSiaappp,, sama2, mas.. Met bertugas juga
Deletemantap
ReplyDeletealhamdulilah nemu tulisan mb ini, jadi bisa nambah ilmu dan buat referensi aku yang mau nglamar sebagai content writer. makasih ya mb,,,semoga menjadi amal jariyah mb,,
ReplyDeleteAamiin. Selamat bergabung ke dunia penulis konten, mbak :)
DeleteThanks bngt udh sharing kak ^^
ReplyDeleteSama-sama.. makasih udah meluangkan waktu untuk mbaca artikel ini.. smg bermanfaat :)
Deleteapa ga ada kontrak perjanjiannya bu? kok sampeyan bisa diperlakukan seperti itu
ReplyDeleteNah itu dia.. Ga ad spertinya hehe
Deletehalo mba..
ReplyDeleteaku saat ini lagi kerja untuk menulis artikel, tp aku juga tertarik mau jadi freelance juga hehe. Kira-kira langkah awalnya menawarkan diri untuk jadi freelancer online gimana ya mbak?? atau adakah website khusunya??
Makasih ya mbak..:)
Hai, mb Fina.. Wah, penulis artikel dmn, mb?
DeleteKalau mau jadi freelancer, bisa coba cari2 di google, mb.. Search aja 'lowongan penulis lepas' atau 'freelance writer' untuk lowongan menulis dari situs luar.
Silakan pilih 1 situs yg menurut mb Fina menarik, lalu kirim aja surel ke contact person/narahubungnya utk tanya persyaratan jadi freelancer-nya. Terus tinggal nunggu balasan dari mereka. Nanti dipandu kok :)
Demikian ya, mb. Semoga membantu :)
Dear mbak Wendah, keren banget kerjaannya jadi penulis konten. Saya juga sudah 4 tahun terakhir jadi freelancer di platform semacam upwork dan freelancer.com. Pernah klien cuma bayar DP aja mbak, padahal kerjaan udah disetor. Salam kenal - Mrs Kociak
ReplyDeleteSalam kenal dari Wendah, Mrs. Kociak.
DeleteTerima kasih, tp itu terlalu berlebihan. Penulis konten untuk web lain sudah menjadi masa lalu saya. Saat ini saya lebih fokus menulis konten untuk blog sendiri. Pernah jg dl mendaftar di platform semacam freelancer.com atau translatorscafe.com, tapi tidak berlanjut krn satu dan lain hal. Mrs. Kociak jauh lebih keren karena bisa bertahan sampai bertahun-tahun di platform2 tsb. Salut!
Kak Wendah, saya mau minta izin untuk masukin cerita pengalaman kak wendah untuk jadi contoh di essay saya.. kebetulan saya lagi ada tugas essay dan topiknya tentang content writer. Terima kasih😀
ReplyDeleteSilakan, Phalaso Cira.. Semoga bermanfaat :)
DeleteSangat membantu mbk wendah.. Kebetulan memang lagi penasaran dan pengen juga jadi content writer
ReplyDeleteAamiin.. Smg Sgr terlaksana ya
DeleteSy kapok mb jd freelance writer. Orang2nya punya tensi tinggi. Gak kuat
ReplyDeleteHihiii ya begitulah adanya, Tirza.. Ada yg sabar, ada jg yg kurang sabar.. Kita jg mesti sabar hehe
DeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete