Sumber: http://images03.olx.co.id/ui/3/77/59/50536859_2.jpg Peran dan tanggung jawab itu berada dalam sebuah ikatan suci bernama pernikahan |
Aku
masih ingat betul kejadian ini. Tepatnya hari Senin, 7 November 2011 ketika aku
berada di kereta api Parahyangan paling pagi dari Stasiun Bandung menuju Jakarta.
Waktu itu hampir pukul 05.30 WIB saat aku menemukan nomor kursiku. Rupanya di
sebelahku seorang Bapak—yang kutaksir usianya telah lewat setengah abad—telah
duduk manis sebelum aku datang.
Kulihat
sepintas, wajah Bapak tersebut mirip sekali dengan Mario Teguh, salah seorang
motivator Indonesia. Bedanya, Bapak satu ini berkaca mata dan terlihat lebih
‘berisi’ hehe...
Singkat
cerita, kami pun berkenalan sesaat sebelum kereta kami bertolak menuju Jakarta.
Perkenalan itu kemudian disambung oleh percakapan-percakapan kecil seputar
kehidupan sang Bapak. Aku dengan tekun mendengarkan, bagaimana beliau dari
seorang yang tidak bisa apa-apa menjadi
seseorang yang luar biasa. Termasuk bagaimana beliau dengan tegas berhenti dari
pekerjaan yang sebentar lagi akan menitinya menuju puncak karir.
Sebaliknya,
beliau memilih untuk terjun ke situasi baru, ke sebuah perusahaan kecil yang
masih butuh tangan-tangan para pemikir, perancang, dan pelaksana untuk
mengembangkan dirinya. Sang Bapak bercerita beliaulah orang yang telah membuat
perusahaan kecil itu memperoleh kebesarannya melalui manajemen perusahaan
berbasis kepemimpinan. Dan sesungguhnya itulah yang diimpikan beliau: sebuah
tantangan. Tentu ada sesuatu yang harus dimiliki untuk menghadapi tantangan,
yaitu KEYAKINAN. Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang hanya bisa
diperoleh melalui usaha dan doa.
Keyakinan
itu senantiasa beliau bawa, di dalam hati. Dalam situasi apapun, kapanpun, dan
di manapun. Bahkan sejak saat beliau baru lulus SMA.......
Kala
itu beliau bersama teman-temannya berkelakar, berandai-andai kapan mereka akan
menikah. Satu per satu teman beliau berucap, termasuk beliau yang dengan mantap
berkata, “Usia 26 tahun”.
Namun
malang, menjelang usia 26 tahun kekasih beliau menikah dengan orang lain. Tak
patah arang, beliau tetap berdoa memohon kemurahan Ilahi untuk benar-benar
memberinya jodoh tepat di usianya yang ke-26 tahun.
Suatu
hari, ketika beliau sedang berkunjung ke rumah salah seorang kerabatnya, beliau
tertegun memandangi sebuah foto seorang gadis cantik berkaca mata hitam yang
tengah berpose di sebuah motor dengan anggunnya. Dan hampir tidak percaya
beliau mendengarkan penjelasan tentang jati diri wanita di foto itu yang
ternyata adalah kawan organisasinya dulu. Betapa cantiknya ia sekarang! (Selanjutnya
bisa ditebak sendiri kan, hihihii...)
Dengan
ditemani oleh kerabatnya itu, berangkatlah keduanya ke rumah si gadis. Melihat
tangan si gadis gemetar saat menyuguhkan hidangan, sedikit besarlah hati
‘pemuda’ itu. Namun, meski tahu ada sinyal positif, beliau tak berani
mengutarakan niatnya secara langsung, tidak pede katanya hehe. Kerabat
beliaulah yang akhirnya mengemban ‘tugas’ tersebut.
Gayung
pun bersambut. Si gadis menerima cinta sang pemuda. Menikahlah mereka. Tepat di
awal usia 26 tahun, ‘pemuda’ itu berhasil melepas masa lajangnya.
Bersambung....
Comments
Post a Comment